Loading...

Shalat Sunnah Witir

Shalat Sunnah Witir - Hallo sahabat Kabar Islam 24 Jam, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Shalat Sunnah Witir, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Loading...
Judul : Shalat Sunnah Witir
link : Shalat Sunnah Witir

Banyak Dicari


Shalat Sunnah Witir

Loading...
Shalat Sunnah Witir
SHALAT SUNNAH WITIR

Oleh Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi

A. Hukum dan Keutamaannya

Shalat sunnah Witir termasuk sunnah muakkadah. Karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sangat menganjurkannya

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:

إِنَّ اللهَ وِتْرٌ يُحِبُّ الْوِتْرَ.

"Sesungguhnya Allah itu ganjil (tunggal) dan menyukai orang yang shalat Witir." [1]

Dari 'Ali Radhiyallahu anhu, ia berkata, "Sesungguhnya shalat witir itu tidak wajib. Dan tidak sebagaimana shalat kalian yang wajib. Namun, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat Witir kemudian berkata:

يَا أَهْلَ الْقُرْآنِ أَوْتِرُوْا، فَإِنَّ اللهَ وِتْرٌ يُحِبُّ الْوِتْرَ.

"Wahai ahlul Qur-an, shalat witirlah. Karena sesungguhnya Allah itu ganjil (tunggal) dan menyukai orang yang shalat Witir." [2]

B. Waktunya

Boleh mengerjakan shalat Witir setelah shalat 'Isya' hingga terbit fajar. Sedangkan pada sepertiga malam terakhir adalah waktu yang paling utama.

Dari 'Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat witir pada setiap bagian malam, baik di awal waktu, pertengahan, ataupun akhir malam. Shalat Witir beliau selesai di waktu sahur." [3]

Disunnahkan menyegerakan shalat witir pada awal malam bagi yang takut tidak bisa bangun pada akhir malam. Sebagaimana disunnahkan mengakhirkannya pada akhir malam bagi yang merasa yakin akan bangun di akhir malam.

Dari Abu Qatadah Radhiyallahu anhu, ia berkata, "Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada Abu Bakar, 'Kapan engkau shalat Witir?' Dia menjawab: 'Aku shalat Witir sebelum tidur.' Beliau lalu bertanya pada 'Umar, 'Kapan engkau shalat Witir?' Dia menjawab, 'Aku tidur kemudian shalat Witir.'" Dia (Abu Qatadah) berkata, "Beliau berkata kepada Abu Bakar: 'Engkau telah mengambilnya dengan hati-hati.' Dan berkata kepada 'Umar: 'Engkau telah mengambilnya dengan kekuatan.' [4]

Dari 'Aisyah Radhiyallahu anhu, ia berkata: "Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengerjakan shalat, sedangkan aku tengah tidur terlentang di atas ranjang. Jika ingin shalat Witir, beliau membangunkan aku, dan aku pun shalat Witir." [5]

C. Bilangan Raka'at dan Tata Cara Shalat Witir
Jumlah raka'at shalat witir paling sedikit adalah satu raka'at.

Dari Ibnu 'Umar Radhiyallahu anhuma, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَـى، فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوْتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى.

"Shalat malam itu dikerjakan dua raka'at dua raka'at. Jika salah seorang di antara kalian khawatir akan masuk waktu Shubuh, maka hendaklah ia berwitir dengan satu raka'at sebagai penutup bagi shalat yang telah dikerjakan."[6]

Boleh berwitir dengan tiga, lima, tujuh, atau sembilan raka'at.

Dari 'Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah shalat lebih dari sebelas raka'at, baik pada bulan Ramadhan ataupun di luar Ramadhan. Beliau shalat empat raka'at. Janganlah engkau tanyakan tentang baik dan panjangnya. Kemudian beliau shalat empat raka'at lagi. Dan jangan engkau tanyakan tentang baik dan panjangnya. Setelah itu beliau Shallallahu 'alaihi wa salalm shalat tiga raka'at." [7]

Juga dari 'Aisyah, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat malam sebanyak tiga belas raka'at. Beliau berwitir dengan lima raka'at dan tidak duduk kecuali pada raka'at terakhir." [8]

Darinya juga, ia berkata, "Kami biasa menyiapkan siwak dan air wudhu' untuk beliau. Lalu Allah membangunkan beliau pada malam hari sesuai dengan kehendak-Nya. Lalu beliau bersiwak dan berwudhu'. Kemudian beliau shalat sembilan raka'at. Beliau tidak duduk kecuali pada raka'at kedelapan. Beliau berdzikir kepada Allah, memuji, dan berdo'a kepada-Nya. Setelah itu bangkit dan tidak salam. Lalu beliau berdiri dan mengerjakan raka'at yang kesembilan. Kemudian beliau duduk sambil berdzikir kepada Allah, memuji, dan berdo'a kepada-Nya. Lantas beliau mengucap salam dan memperdengarkannya kepada kami. Setelah itu beliau shalat dua raka'at sesudah salam sambil duduk. Itulah berjumlah sebelas raka'at, wahai anakku. Tatkala Nabiyyullah Shallallahu 'alaihi wa sallam semakin tua dan gemuk, beliau berwitir dengan tujuh raka'at. Lalu beliau mengerjakan shalat dua raka'at sebagaimana yang pertama. Itu semua berjumlah sembilan raka'at, wahai anakku." [9]

Jika berwitir dengan tiga raka'at, maka membaca surat yang disebutkan dalam hadits berikut ini

Dari Ibnu 'Abbas Radhiyallahu anhuma, ia berkata, "Dulu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membaca pada shalat witir: Sabbihisma Rabbikal A'laa (Al-A'laa), Qul yaa ayuhal kaafiruun (Al-Kaafiruun), dan Qul huwallaahu Ahad (Al-Ikhlash), masing-masing untuk setiap raka'at."[10]

D. Qunut Dalam Witir

Dari al-Hasan bin 'Ali Radhiyallahu ahuma, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengajariku bacaan yang kuucapkan pada shalat Witir:

اَللّهُمَّ اهْدِنِي فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِي فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِي فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِي فِيْمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِـيْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ.

"Ya Allah, tunjukilah aku sebagaimana Engkau menunjuki orang yang mendapat petunjuk-Mu. Jagalah aku sebagaimana Engkau menjaga orang yang mendapat penjagaan-Mu. Peliharalah aku sebagaimana orang yang mendapat pemeliharaan-Mu. Berkahilah apa yang Engkau berikan kepadaku. Lindungilah aku dari keburukan apa yang Engkau tetapkan. Karena sesungguhnya Engkaulah yang menetapkan, dan tidak ada sesuatu yang (dapat) mengatur-Mu. Sesungguhnya tidak akan hina orang yang mentaati-Mu. Mahasuci dan Mahatinggi Engkau, ya Allah." [11]

Menurut Sunnah, qunut ini dilakukan sebelum ruku'.

Berdasarkan hadits Ubay bin Ka'ab Radhiyallahu anhu, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melaksanakan Qunut dalam shalat Witir sebelum ruku'." [12]

Tidak disyari'atkan qunut dalam shalat wajib kecuali jika terjadi musibah dan bencana. Ketika itu, Qunut dilakukan setelah ruku', dan tidak dikhususkan untuk shalat wajib tertentu.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, "Jika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam hendak mendo'akan keburukan atau kebaikan bagi seseorang, maka beliau melaksanakan qunut setelah ruku'." [13]

Adapun qunut yang dilakukan pada shalat Shubuh secara terus menerus, maka itu adalah bid'ah

Sebagaimana dijelaskan oleh para Sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dari Abu Malik al-Asyja'i dari Sa'ad bin Thariq, ia berkata, "Aku berkata pada ayahku, 'Wahai ayah, engkau pernah shalat di belakang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Abu Bakar, 'Umar, 'Utsman, dan 'Ali di Kufah ini kira-kira selama lima tahun. Apakah mereka melakukan qunut pada shalat Shubuh?" Dia berkata: "Wahai anakku, itu adalah perkara yang diada-adakan (bid'ah)." [14]

Mustahil Rasulullah Shallallahu mengucapkan:

اَللّهُمَّ اهْدِنِي فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِي فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِي فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ.

Pada setiap Shubuh setelah bangkit dari ruku' sambil mengeraskan suaranya, lalu para Sahabat mengamininya, secara terus-menerus hingga beliau wafat. Lantas hal ini tidak diketahui umat sesudah beliau. Bahkan ditinggalkan oleh mayoritas umatnya, jumhur Sahabat, bahkan oleh mereka semua. Sampai-sampai seseorang dari kalangan Sahabat berkata, 'Sesungguhnya itu adalah perkara yang diada-adakan (bid'ah).' Sebagaimana yang dikatakan oleh Sa'ad bin Thariq al-Asyja'i." [15]

[http://ift.tt/2dG9IYK, Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September 2007M]

Footnote
[1]. Muttafaq 'alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (XI/214 no. 6410)], Shahiih Muslim (IV/2062 no. 2677).
[2]. Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 959)], Sunan Ibni Majah (I/370 no. 1169), Sunan at-Tirmidzi (I/282 no. 452), Sunan an-Nasa-i (III/229, 228), dalam dua hadits. Sunan Abi Dawud ('Aunul Ma'buud) (IV/291 no. 1403) secara marfu'.
[3]. Muttafaq 'alaihi: [Shahiih Muslim (I/512 no. 745)], ini adalah lafazhnya, Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/486 no. 996), secara ringkas, Sunan an-Nasa-i (III/230), Sunan Abi Dawud ('Aunul Ma'buud) (IV/312 no. 1422) dan Sunan at-Tirmidzi (I/284 no. 456), dengan tambahan "di akhirnya." Begitupula pada riwayat Abu Dawud.
[4]. Hasan Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 988)], Shahiih Ibni Khuzaimah (II/145 no. 1084), Sunan Abi Dawud ('Aunul Ma'buud) (IV/311 no. 1421), Sunan Ibni Majah (I/379 no. 1202).
[5]. Muttafaq 'alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/487 no. 997)], Shahiih Muslim (I/511 no. 744).
[6]. Muttafaq 'alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (II/477 no. 990)], Shahiih Muslim (I/516 no. 749), Sunan an-Nasa-i (III/227), Sunan at-Tirmidzi (I/273 no. 435), dengan lafazh serupa dan di dalamnya terdapat tambahan.
[7]. Muttafaq 'alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (III/33 no. 1147)], Shahiih Muslim (I/509 no. 738), Sunan Abi Dawud ('Aunul Ma'buud) (IV/218 no. 1327), Sunan at-Tirmidzi (I/274 no. 437).
[8]. Shahih: [Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 382)], Shahiih Muslim (I/508 no. 737), Sunan Abi Dawud ('Aunul Ma'buud) (IV/216 no. 1324), Sunan at-Tir-midzi (I/285 no. 457), dengan tambahan: "pada raka'at terakhir."
[9]. Shahih: [Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 1510)], Shahiih Muslim (I/512 no. 746), Sunan Abi Dawud ('Aunul Ma'buud) (IV/219 no. 1328), Sunan an-Nasa-i (III/199).
[10]. Shahih: [Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 1607)], Sunan at-Tirmidzi (I/288 no. 461), Sunan an-Nasa-i (III/236) dengan tambahan di awalnya.
[11]. Shahih: [Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 1647)], Sunan Abi Dawud ('Aunul Ma'-buud) (IV/300 no. 1412), Sunan at-Tirmidzi (I/289 no. 463), Sunan Ibni Majah (I/372 no. 1178) dan Sunan an-Nasa-i (III/248).
[12]. Shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 1266)], Sunan Abi Dawud ('Aunul Ma'buud) (IV/352 no. 1414).
[13]. Shahih: [Shahiihul Jaami'ush Shaghiir (no. 4655)], Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (VIII/226 no. 4560).
[14]. Shahih: [Irwaa'ul Ghaliil (no. 435)], Ahmad (al-Fat-hur Rabbani) (III/472 dan VI/394), Sunan Ibni Majah (I/393/1241).
[15]. Zaadul Ma'aad (I/271).


Demikianlah Artikel Shalat Sunnah Witir

Sekianlah artikel Shalat Sunnah Witir kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Shalat Sunnah Witir dengan alamat link https://kabarislam24jam.blogspot.com/2017/06/shalat-sunnah-witir.html
Loading...

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Shalat Sunnah Witir"

Posting Komentar